Wilayah Bali bagian utara khusunya kubutambahan menyimpan bukti bukti sejarah beberapa situs tua. Diperkirakan dari abad ke 13 telah terjadi kehidupan multicultural. Salah satu buktinya adalah adanya pura gambur negara anglayang. Pura Negara Gambur Anglayang didirikan pada tahun 1260 atau abad ke-13. Pada waktu itu, Kubutambahan merupakan tempat di mana laut bertemu dengan sebuah danau. Tepat di titik pertemuan laut dan danau itulah sekarang merupakan Pura Negara Gambur Angelayang.
Di lokasi itu, merupakan pelabuhan dagang yang dinamakan Kuta Baning. Pelabuhan dagang itu dikelilingi benteng untuk pengamanan karena merupakan pusat perdagangan seluruh Nusantara. Sebagai pusat perdagangan, daerah ini didatangi berbagai jenis manusia dari suku, agama dan ras yang berbeda-beda.Karena tempat ini dipercaya bisa memberi mereka kehidupan, berbagai manusia berlainan keyakinan dan kepercayaan itu membangun sebuah pura. Pura ini merupakan lambang dimana agama dipercaya sebagai satu tujuan manusia, dari mana pun ia berasal.Secara administrative, pura negara gambur anglayang terletak di desa pakraman kibutambahan, kecamatan kubutambahan, kabupaten buleleng, atau tepatnya terletak di tepi Pantai Tabaning, Kubutambahan.
Pura itu telah mengalami perbaikan berkali-kali. Setiap kali terjadi perbaikan, pura itu juga mengalami perubahan arsitektur sesuai dengan zamannya. Saat ini, bentuk dan pembagian ruang pura itu disesuaikan dengan arsitektur Bali umumnya. Hanya saja, beberapa simbol dari agama-agama tertentu tetap dibiarkan menjadi ciri khas pura itu.Dilihat dari luar, Pura Gambur Anglayang tidak memiliki keunikan yang berbeda ketimbang pura lain di Bali. penyengker dan bangunan-bangunan pelinggih memiliki motif yang tak jauh berbeda dengan ukiran pura lain di Bali. Yang unik hanya nama-nama pelinggih-nya yang mencerminkan berbagai suku dan agama di dunia.Di jeroan pura berdiri pelinggih Ratu Bagus Sundawan, konon untuk menghormati unsur Suku Sunda, pelinggih Ratu Bagus Melayu, Ratu Ayu Syahbandar, Ratu Manik Mas yang konon menunjukkan unsur Cina, pelinggih Ratu Pasek, Dewi Sri dan Ratu Gede Siwa yang mencerminkan unsur Hindu, dan yang paling unik pelinggih Ratu Gede Dalem Mekah yang memperlihatkan unsur Islam.
Pura gambur anglayang dibagi menjadi tiga pelebahan atau mandala dengan fungsi dan pelinggih yang berbeda di setiap mandalanya.Mandala paling luar atau nista mandala, di hiasi sebuah telaga dengan jembatan kecil dan sebuah petirtan dan pelinggih ratu ayu telengin tirta . Di sekitar nista mandala merupakan tanah kebun yang ditumbuhi dengan pohon kelapa sehingga tampak cukup asri dan teduh.Di nista mandala tampak sebuah pelinggih pengayatan yang terletak di sebelah candi bentar madya sebagai batas nista dan madya mandala.
Melewati candi bentar madya, kita akan memasuki madya mandala. Di mandala ini tampak sebuah bale kulkul yang berdiri tegak di sisi selatan. Mandala ini dilengkapi dengan bale pesanekan dan dan sebuah pewaregan.Areal madya mandala, khususnya tembok penyengker dan candi bentar telah mengalami pemugaran secara bertahap dari tahun 2006.Lepas dari madya mandala, kita akan memasuki mandala mandala atau jeroan pura gambur negara anglayang.Di jeroan pura berdiri jajaran pelinggiih utama yang berdiri sejajar dengan struktur dan fungsi yang berbeda.
Di sisi selatan berdiri pelinggih ratu bagus sundawan, pelinggih ratu agung melayu, pelinggih ratu agung subandar, pelinggih ratu pasek, dan pelinggih ratu batara sri.Kemudian di tengah berdiri dua pelinggih utama yaitu pelinggih ratu gede siwa dan pelinggih ratu gede dalem mekkah. Ratu gede siwa merupakan pemujaan utama di pura gambur anglayang, menurut susunan mata angin dan tata letak gegrafis, pura ini berada di ujung paling utara pulau bali. Sedangkan pelinggih ratu gede dalem mekkah merupakan salah satu keunikan pura ini, dimana pura ini juga dipuja oleh umat islam.
Di sebelah pelinggih ratu gede siwa berdiri sebuah padmasana, dan pelinggih pucaking tirta.Di sisi paling utara terdapat pelebahan pelinggih ratu ayu mutering jaga dan pelinggih ratu gede mas punggawa yang berada dalam areal yang dibatasi tembok penyengker.Selain pelingih utama, jeroan pura juga dilengkapi dengan bebarapa bangunan pelengkap seperti bale piasan, yang berfungsi genah ngias ida bhatara. Di bale piasan ini terdapat lukisan kapal emas, yang menurut masyarakat pangempon, kadang muncul di lautan di dekat pura. Di sebelah piasan berdiri bale pesanekan penghulu, dan bale banten atau petanding.
Pura gambur anglayang sampai saat ini diempon oleh 400 kepala keluarga, sedangkan penyungsung pura berasal dari seluruh pelosok daerah di bali bahkan dari luar bali. Pura ini secara historis mempunyai kaitan erat dengan pura penegil darma yang juga berada di wilayah desa pakraman kubutambahan. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan pelinggih pucaking tirta, yang berada di petirtan pura penegil dharma, dimana saat piodalan tertentu wajib mendak tirta di pura tersebut.Pura Negara Gambur Anglayang hanyalah salah satu dari situs yang tersebar di wilayah Buleleng Timur. terdapat delapan pura yang tak bisa dilepaskan dari keberadaan pura Gambur Anglayang, yakni Pura Puseh Penegil Dharma, Pura Pingit, Pura Meduwe Karang, Pura Patih, Pura Dalem Puri, Pura Pande, Pura Sang Cempaka, dan Pura Candra Manik. Semua pura ini memiliki kaitan yang tak bisa dicerai-beraikan. Berdirinya pusat spiritual ini bisa dilacak mulai dari abad ke-9 ketika rombongan Sri Kesari Warmadewa melakukan perjalanan dari Prambanan-Kahuripan terus ke ujung Pulau Jawa atau Prawali yang kemudian dikenal dengan nama Bali.situs Pura Gambur Anglayang bisa memberi pelajaran penting tentang kerukunan yang terjadi di masa lalu. Tak ada konflik ras, agama atau suku. Segalanya disatukan dalam ruang damai.
http://zeigon.blogspot.co.id/2011/01/pura-negara-gambur-anglayang-terdapat.html
Download disini