Pemerintah Desa Kubutambahan bersama Puskesmas Kubutambahan I melaksanakan kegiatan sosialisasi pengendalian penyakit rabies di Balai Banjar Dinas Tukad Ampel, Desa Kubutambahan. Kegiatan ini dihadiri oleh tokoh masyarakat dan Bidan Lia perwakilan dari Puskesmas Kubutambahan I yang memegang kasus rabies menjadi pembawa materi pada acara sosialisasi ini. Dalam sosialisasi dijelaskan terkait maraknya kasus rabies yang terjadi dan Provinsi bali merupakan daerah yang kasus kematiannya tinggi akibat virus rabies. Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit menular akut, menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh Lyssavirus. Virus rabies bisa menular melalui air liur, gigitan atau cakaran dan jilatan pada kulit yang luka oleh hewan yang terinfeksi rabies, hewan yang berisiko tinggi untuk menularkan rabies umumnya adalah hewan liar atau hewan peliharaan yang tidak mendapatkan vaksin rabies. Sebesar 98% kasus rabies ditularkan oleh anjing dan sisanya sebesar 2% kemungkinan ditularkan oleh kucing, tupai, kera, kelelawar atau hewan berdarah panas lainnya yang mampu terinfeksi virus rabies. Jika hewan tersebut positif terinfeksi virus rabies, maka dalam waktu kurang dari 14 hari hewan tersebut akan mengalami gejala, kemudian sakit dan mati. Proses timbulnya gejala/masa inkubasi seseorang yang terkena gigitan/cakaran hewan penular rabies (HPR) bervariasi, yaitu antara 2-8 minggu, dengan demikian setelah 2 bulan baru akan muncul reaksi pada tubuh yang terpapar virus rabies. Virus ini menyebar melalui saraf bukan melalui darah sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses penyebarannya dari dalam tubuh hingga ke saraf otak. Terdapat beberapa gejala rabies pada manusia sesuai stadium penyakit HPR, yaitu :
Sesuai dengan keluarnya peraturan baru dari Pemerintah Pusat, jika kasus gigitan dengan hewan peliharaan maka harus segera melapor ke Puskesmas untuk diberikan blanko observasi pada hewan peliharaannya yaitu selama 14 hari. Apabila dalam kurun waktu 14 hari kondisi hewan masih dalam keadaan sehat maka hewan tersebut tidak membawa virus rabies. Apabila hewan tersebut mati kurang dari 14 hari maka pemiliknya harus tetap melapor ke Puskesmas untuk dilakukan pengambilan sampel otak pada hewan tersebut yang akan dilakukan oleh Petugas Kesehatan, apabila hasil dari sampel otak negative maka penderita yang terkena gigitan tidak perlu divaksinasi rabies. Apabila yang menggigit merupakan hewan liar, maka hewan tersebut harus dicari keberadaannya untuk dilakukan observasi, jika hewan tersebut hilang maka klian banjar dinas harus melapor ke dokter hewan dan seseorang yang telah terkena gigitan tersebut akan diberikan vaksin rabies. Pemberian vaksin rabies juga dilihat dari daerah gigitannya, apabila daerah gigitan dengan resiko tinggi yaitu daerah gigitan yang lebih dekat dengan otak (pada bagian leher ke atas) dan ujung jari akan segera mendapatkan penanganan karena daerah resiko tinggi akan menunjukkan gejala lebih cepat jika dibandingkan dengan ketika digigit jauh dari otak, seperti di area tangan dan kaki.
Sumber Berita : http://kubutambahan-buleleng.desa.id/index.php/first/artikel/411